Just another WordPress.com weblog

Banyak orang tua yang mengeluh bahwa mendidik anak jaman sekarang itu tidak gampang, bahkan dirasakan jauh lebih sulit dari pada mendidik anak-anak jaman dulu. Hal ini tidak sepenuhnya salah, walaupun sebenarnya setiap masa itu ada tantangannya sendiri2 sesuai jamannya. Mendidik anak di jaman sekarang ini memang bisa dibilang gampang, bisa juga tidak. Faktanya memang anak jaman sekarang pasti berbeda dengan anak jaman dulu. Beda dalam segala hal. Jadi kita tidak bisa begitu saja membandingkan keadaan kita dulu sewaktu dididik oleh orang tua kita dengan anak-anak kita jaman sekarang.

Setidaknya ada 3 perbedaan pokok anak-anak jaman sekarang dibandingkan dengan anak-anak generasi terdahulu :

Kemampuan Berpikir

Anak-anak jaman sekarang pada umumnya memiliki kemampuan berpikir yang lebih kritis dalam usia yang lebih awal. Mereka berkembang dalam jaman yang memberi mereka banyak keleluasaan dan stimulasi yang jauh lebih banyak, sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang seperti itu. Mengapa kita perlu mengetahui hal ini? Yaitu agar kita siap menghadapinya. Karena sebagian orang tua yang tidak siap menjadikan hal ini sebagai suatu kesulitan. Akhirnya yang muncul adalah pemikiran negatif terhadap anak, misalnya dibilang anaknya suka berdebat, nggak mau kalah, pandai berargumentasi, dan sebagainya. Padahal itu semua adalah hal-hal positif yang menunjukkan bahwa kemampuan berpikir anak itu sangat bagus.

Cara Pandang

Anak-anank jaman sekarang seringkali memiliki cara pandang yang berbeda dengan kita, sehingga pada akhirnya mereka sering beradu argumentasi dengan orangtuanya. Kita para orang tua umumnya terbiasa pada pola pendidikan tradisi yang polanya yang sudah terbentuk. Mungkin mirip seperti kacamata kuda. Misalnya setiap ada persoalan A jawabnya pasti B, persoalan C jawabnya D dan seterusnya. Anak-anak kita tidak lagi berpikir demikian. Mereka kalau melihat sebuah persoalan bisa luas sekali analisisnya. Hal ini sering kali membuat orang tua menjadi tersinggung karena seolah-olah merasa digurui. Orang tua selama ini selalu punya tradisi pemikiaran bahwa mereka selalu lebih dibanding anak-anak kita, dan kita kaget ketika melihat anak-anak kita ternyata punya argumentasi yang jauh lebih luas sudut pandangnya. Ini perlu kita sadari supaya kita siap, dan bersyukur karena memiliki anak-anak dengan wawasan yang luar biasa. Bukannya malah kita merasa dipermalukan atau merasa direndahkan, atau merasa dipandang bodoh oleh anak kita. Justru kita harus bangga memiliki anak-anak seperti itu.

Keberanian untuk Mengungkapkan Pendapat

Ada sebuah pergesaran tradisi pada anak-anak generasi sekarang. Kalau dulu pada umumnya kita takut-takut untuk mengungkapkan pandapat, terutama kepada orang tua. Mungkin karena bangsa kita lama dijajah, maka budaya yang berkembang adalah budaya otoriter. Akhirnya budaya ini terbawa sampai ke rumah tangga sehingga orangtua memiliki otoritas yang luar biasa terhadap anaknya dalam banyak hal : dalam menyatakan pendapat, dalam mengambil keputusan, dal sebagainya. Sehingga ketika si anak memiliki argumentasi, maka ia akan lebih memilih untuk diam. Itu semua terjadi pada jaman kita dulu ketika dididik oleh orang tua kita. Jaman anak-anak kita sekarang ini tidak lagi seperti ini. Kita mulai melihat ada pemberontakan-pemberontakan kepada gurunya di sekolah. Padahal jaman kita dulu, kepatuhah kepada guru itu luar biasa. Hal ini menjadikan sebuah generasi yang patuh. Padahal di dalam kehidupan sehari-hari yang dibutuhkan adalah kreatifitas, penuh daya cipta, penuh argumentasi, punya car pandang yang luas, dan sebagainya. Jadi sebenarnya anak-anak kiat sekarang ini sedang menuju kepada kondisi yang sesuai dengan kebutuhan jamannya. Cuma karena kita dulu dibesarkan di jaman yang berbeda dan kita sering membandingkan dengan cara kita dididik dulu, maka kita sering kali “menahan” perkembangan anak-anak kita untuk tidak ke arah seperti itu. Hal ini terjadi karena kita sering kali punya kebiasaan untuk membandingkan anak-anak kita dengan kita di jaman dulu. Harus kita ingat bahwa anak-anak kita telah tumbuh sesuai dengan kebutuhan jamannya.tugas kita adalah membimbing mereka supaya tidak salah jalan. Mereka sebenarnya telah berjalan ke arah yang sesuai. Kita para orang tua harus mulai belajar untuk menerima perbedaan-perbedaan ini.

Apa yang membuat anak-anak kita menjadi begitu berbeda?

Kita para orang tua ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita, tapi sering kali kita tidak mau menerima efeknya, bahkan ketika kita tahu bahwa efeknya adalah positif. Kenapa anak-anak kita berbeda? Menurut sebuah penelitian, diantara penyebannya adalah :

Perkembangan Teknologi Media

Perkembangan teknologi media yang sangat pesat sekarang ini akan membawa pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Coba bandingkan dengan kondisi jaman kita dulu : belum ada internet, stasiun TV cuma satu, nulis surat harus dikirim lewat pos, perlu waktu. Sekarang beragam informasi bisa diakses dengan demikian cepat.

Pola Makan

Saat ini makanan untuk pertumbuhan dan perkambangan anak begitu beragam. Jauh berbeda dengan generasi kita dulu. Susu untuk anak saja sudah dibedakan menurut usianya. Komposisi gizinya sudah jauh lebih baik dibandingkan jaman dulu. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap perkambangan struktur syaraf-syarafnya termasuk syaraf otaknya. Tentunya hal ini akan sangat berpangaruh terhadap cara berpikirnya.

Budaya

Setiap generasi memiliki budaya yang berkembang. Kita lihat misalnya dari jenis musiknya tentu sangat berbeda. Jaman simbah kita dulu musiknya keroncong, jaman kita dulu musik pop, jaman sekarang hip-hop. Mau tidak mmau kita harus memahami perkembangan budaya yang mempengaruhi perkembangan anak kita. Yang perlu kita perhatikan adalah sisi moralnya. Bukannya kita melarang hip-hopnya tapi kita harus perhatikan sisi moralnya, karena nilai moral itu tidak pernah berubah dari jaman ke jaman. Yang berubah adalah budayanya.

Setelah memahami hal-hal ini sudah selayaknya kita para orang tua bersyukur karena anak-anak kita telah berkembang melebihi jaman kita dulu.

Di dunia pendidikan sekaran ini telah terjadi perubahan yang sangat besar mengenai proses mendidik anak. Dulu orang menerjemahkan proses mendidik adalah membuat anak kita menjadi sesuai seperti keinginan kita. Buktinya, sering kali kita mendengar orang tua berkata : saya ingin anak saya pintar, saya ingin anak saya rajin, dan sebagainya. Konsep pendidikan yang baru telah berubah. Yang disebut mendidik itu adalah membimbing anak sesuai dengan keinginan Allah. Allah pasti telah menyiapkan misi khusus untuk anak kita ketika mereka dilahirkan. Kalau dulu tugas orang tua adalah menetapkan keinginannya supaya diikuti oleh anaknya, maka sekarang tugas orang tua itu adalah membaca tanda-tanda keinginan Allah pada diri anak kita. Pada setiap anak, tanda-tanda itu pasti berbeda-beda. Kalau kita tidak bisa membaca tanda-tanda itu, dan memaksakan keinginan kita kepada semua anak-anak kita, tentu akan menimbulkan konflik antara orang tua dan anak.

Anak-anak jaman sekarang tentu berbeda dengan anak-anak jaman dulu. Hai ni adalah sesuatu yang sangat wajar dan alami. Namun demikian, walaupun kita sangat menyadari hal ini, terkadang kita para orang tua tidak sepenuhnya bisa menerima. Bagaimana kita menyikapi hal ini?

Dalam mendidik anak-anak kita, umumnya para orang tua tidak menyadari bahwa kita salah. Di mata kita , anak-anak kitalah yang penuh dengan kesalahan. Kita punya persepsi-persepsi, dugaan-dugaan yang bersumber dari masa lalu kita, pengalaman kita, yang kita akui itu sebagai sumber kebenaran. Begitu hal itu tidak terjadi pada anak kita, maka dengan segera kita mengatakan bahwa anak kita salah. Inilah yang disebut dengan sudut pandang. Inilah sebenarnya kunci dari persoalan ini. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah menempatkan sudut pandang secara tepat dalam melihat anak, karena sebagian besar orang tua melakukan kesalahan dalam menempatkan sudut pandang. Namum umumnya orang tua tidak menyadari hal ini.

Beberapa sudut pandang yang keliru dalam memahami anak :

1. Selalu menilai anak dalam konteks hitam putih

Kita dan anak-anak kita jelas berbeda dalam berbagai hal, dan kita sepakat bahwa hal itu adalah fitrah. Kesalahan yang sering dilakukan orang tua adalah melihat anak hanya dalam konteks hitam putih. Padahal sebenarnya mereka adalah berwarna warni. Salah satu contohnya, orang tua sering membandingkan anaknya dengan mengatakan : “anak saya yang pertama sih pintar, nilainya bagus-bagus, tapi kalo yang nomor dua kayaknya agak kurang”. Ini adalah sebuah pemahaman yang sifatnya hitam-putih, pintar-bodoh, malas-rajin, dan sebagainya. Padahal kalau mau jujur, kita sendiri pun sebenarnya tidak mau hanya dilihat dan dibanding-bandingkan secara hitam-putih. Jadi, mulai sekarang janganlah melihat perbedaan anak-anak kita secara hitam putih, tapi mulailah memahami bahwa sebenarnya anak kita adalah warna-warni. Dengan demikian kita akan melihat sesuatu yang sangat indah dalam diri anak-anak kita.

Sayangnya, sekolah-sekolah kita pun umumnya masih menggunakan pandangan hitam-putih. Jadi kalau misalnya cara belajar di sekolah itu menggunakan cara tertentu, siswa yang kesulitan menggunakan cara itu langsung dianggap bermasalah.

2. Orang tua merasa selalu paling benar

Pada umumnya kita orang tua selalu merasa bahwa, dibanding anak-anak kita, kitalah lebih berpengalaman, sudah makan asam garam, karena kita hidupnya lebih lama, dsb, sehingga kita punya asumsi yang kita anggap benar bahwa orang tua itu selalu benar dan tidak pernah salah. Akhirnya kita orang tua memiliki asumsi-asumsi mengenai benar-salah, baik-buruk, dan sebagainya. Hal tersebut adalah wajar, namun akan menjadi masalah manakala kita mengangggap bahwa apa yang baik bagi kita, kita anggap baik juga buat anak kita. Satu contoh kecil, misalnya kita mengatakan kepada anak kita : “dulu jaman ayah sekolah dulu, nggak ada yang namanya diantar-jemput. Ayah jalan kaki berkilo-kilo meter ke sekolah. Nggak seperti anak sekarang…”. Maksudnya adalah kita ingin menunjukkan kehebatan di jaman kita. Sebenarnya tugas kita adalah bukan untuk membandingkan jamam kita dengan jaman anak kita untuk menunjukkan bahwa kita lebih baik, lebih superior, supaya anak kita bisa mencontoh hal yang baik. Ternyata hal itu tidak pernah bisa berhasil. Apalagi kalau kita sampai punya anggapan bahwa jaman kita dulu lebih baik dari jaman anak kita. Yang harus kita lakukan adalah memahami keadaan jaman anak kita.

3. Anak tidak bisa dididik

Kesalahan terakhir adalah merasa bahwa anak kita tidak bisa dididik. Padahal sebenarnya ada beberapa kemungkinan mengenai hal ini. Bisa saja kita orang tua yang tidak bisa mendidik, atau kita belum menemukan cara yang pas untuk mendidik. Jadi jangan sampai kita hanya terfokus pada satu sisi saja bahwa anak kita susah dididik, tapi cobalah kita juga mengevaluasi diri, jangan-jangan kita yang tidak bisa mendidik.

Bila kita perhatikan dalam ajaran semua agama, tidak ada yang mengajarkan bahwa anak itu bermasalah. Yang ada adalah anak itu suci, fitrah, berkah dari surga, dan sebagainya. Sehingga kalau pada akhirnya mereka menjadi benar-benar bermasalah, maka kita harus bertanya pada diri kita siapa yang menyebabkannya menjadi bermasalah? Apakah anak kita yang tidak bisa dididik, atau kita orang tua yang tidak bisa mendidik?

 

 

Pelantikan tanggal 28 Februari 2011 di Aula Kantor Bupati Sarolangun

Pelantikan

Selamat Datang Kota Sarolangun

Sarolangun, 18 Maret 2011. Lama sudah penantian panjang itu dan sekarang telah berkahir.  Setelah menjalani berbagai test sejak tahun 2007 – 2009 dan dinyatakan tidak lulus maka perjuangan panjang itu akhirnya telah menemui hasil yang positif. Menjalani test CPNSD di Kabupaten Sarolangun pada tanggal 5 Desember 2010 dan dinyatakan lulus test pada tanggal 20 Desember 2010 dan segera melengkapi berkas tanggal 22-27 Desember 2010 maka pada tanggal 28 Februari 2010 secara sah dan murni seorang guru dari Sekolah Nommensen bernama Bapak Manasye PH Damanik, S.Pd telah menerima SK dari Bapak Bupati Sarolangun Cek Endra di Aula Kantor Bupati Sarolangun. Maka per tanggal 1 Maret 2011 Bapak Manasye sudah mulai beraktivitas di tempat kerja yang baru di SMK Negeri 1 Sarolangun.

Bagaimana reaksi Bapak ketika lulus test tahun 2010 kemarin?

Jawab : Saya sangat bersyukur sekali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa , saya di izinkan Lulus dengan nilai murni dan tanpa ada embel embel apapun di dalamnya. Awalnya saya tidak percaya dengan berita yang ada di koran dan melalui internet. Siang itu, begitu ada nama saya di urutan pertama saya langsung berdoa bersama kedua orang tua saya di ruang tamu.

Bagaimana dengan Sekolah Nommensen yang Bapak Tinggalkan?

Jawab : Saya sangat berterima kasih sekali kepada Bapak P . Pardosi, S.Pd. MBA karena telah memberi kesempatan kepada saya untuk menjadi guru di sekolah itu selama 5 Tahun sejak Juli 2006. Saya juga berterima kasih buat semua rekan guru dan tata usaha yang selalu memberikan support kepada saya pada saat saya sedih dan senang, banyak kenangan yang akan selalu menjadi memori terindah di sekolah nommensen.

Bagaimana dengan pengganti Bapak di Sekolah yang lama ?

Jawab : Saya sudahberitahukan kepada Bapak kepala sekolah tentang kepindahan saya dan secepatnya akan di cari pengganti saya untuk mengajar di sana.

Apa langkah Bapak selanjutnya di tempat kerja yang baru?

Jawab : di tempat kerja yang baru dan tentunya dengan tantangan yang baru maka saya akan memberikan yang terbaik yang saya bisa.

Apa pesan bapak buat siswa yang Bapak tinggalkan di Sekolah Nommensen ?

Jawab : Saya sangat menyayangi semua siswa di Sekolah Nommensen kalian merupakan inspirasi saya  Terima kasih buat anak didikku semua, terima kasih buat doa doanya. Saya sangat merindukan kalian semua. Tetap semangat belajar yach…trus tetap berdoa jadilah anak yang baik buat keluarga kalian.

Asal Kata “Easter”

Apakah Anda tahu tentang sejarah kata “Easter” (PASKAH)?

Easter merupakan kata bahasa Inggris yg berasal dari akar kata bahasa proto-Germanic yang memiliki arti “to rise” (atau bangkit). Dalam bahasa Jerman kontemporer kata “oest” dan dalam bahasa Inggris kata “east” — keduanya memiliki arti Timur — petunjuk arah saat matahari terbit (to rise — bangkit dari kegelapan malam) di pagi hari; ini menjadi akar kata untuk “Easter”. Fakta ini tidak hanya menunjuk pada kebangkitan Yesus dari kematian, namun juga kenaikan-Nya (to rise) ke Surga dan nanti saat kita terangkat (to rise) ke surga bersama-sama dengan Yesus Kristus saat Dia datang kembali untuk menghakimi dunia.

Ada sebagian orang yang tidak percaya dan menganggap tidak benar bahwa kata “Easter” berasal dari “dewi Oestar” (Germanic) ataupun “dewi Ishtar”(Babilon). Kedua dewi ini merupakan simbol kesuburan yang menunjukkan datangnya musim semi, kehidupan baru, dan pembaharuan. Penyimpangan kata “Ishtar” dapat dijumpai dalam Alkitab sebagai pahlawan wanita Yahudi yang bernama “Esther”, yang mengabaikan keselamatan nyawanya sendiri demi kepentingan bangsanya.

Menurut sejarah, kebangkitan Yesus merupakan saatnya bersukacita, bergembira dan penuh perayaan. Banyak gereja menggunakan warna-warna cerah untuk menghias mimbar dan altar dan biasanya warna putih dan emas. Putih melambangkan kesucian dan kebangkitan, emas melambangkan kemenangan. Beberapa gereja juga mengadakan jamuan pesta jemaat, yang mengingatkan bahwa jamuan pernikahan Anak Domba hanya dapat terjadi karena kematian Tuhan Yesus dan kebangkitan-Nya. Kebanyakan gereja mengulangi pernyataan yang diambil dari Injil dan telah dibakukan oleh gereja di awal abad kedua:

Dia telah bangkit! Sesungguhnya Dia telah bangkit! (He is Risen! He is Risen indeed!)

Aku tidak akan pernah melupakan PASKAH tahun 1946. Saat itu, aku masih berumur 14 tahun, adikku Ocy berumur 12 tahun dan kakakku Darlene 16 tahun. Kami tinggal bersama Mama. Meskipun hidup kami pas- pasan, kami berempat tahu apa yang kami lakukan. Papaku meninggal 5 tahun sebelumnya, meninggalkan Mama seorang diri dengan 7 anak yang masih sekolah. Pada tahun 1946 itu, kakak-kakakku perempuan telah menikah dan kakak-kakakku yang laki- laki sudah meninggalkan rumah.

Sebulan sebelum PASKAH, pendeta di gereja kami mengumumkan bahwa akan ada persembahan khusus PASKAH yang akan diberikan kepada sebuah keluarga miskin. Dia meminta jemaatnya, tentu termasuk kami berempat, untuk menghemat uang dan menyisihkannya untuk persembahan. Sesampainya di rumah, kami berempat mendiskusikan tentang apa yang bisa kami perbuat. Kami memutuskan untuk membeli 50 pound kentang untuk persediaan makanan selama 1 bulan. Ini berarti menghemat uang belanja kami sebesar dan dapat kami sisihkan untuk persembahan PASKAH itu.

Lalu kami berpikir, apabila kami menggunakan lampu sehemat mungkin dan tidak mendengarkan radio, kami juga dapat menghemat bayaran listrik untuk bulan itu. Darlene akan bekerja membersihkan rumah dan halaman orang lain sebanyak mungkin bulan itu, lalu Ocy dan aku menjadi pengasuh anak (baby- sitter) bagi sebanyak mungkin keluarga yang kami dapat temui. Untuk setiap 15 sen uang, kami dapat membeli beberapa gulung benang katun yang cukup untuk membuat 3 buah gantungan pot, lalu dijual seharga per biji. Dari penjualan gantungan pot itu, kami menghasilkan uang sebanyak.

Bulan itu merupakan bulan terbaik yang kami alami. Setiap hari kami menghitung berapa jumlah uang yang dapat kami sisihkan. Setiap malam, dalam kegelapan, kami membicarakan tentang keluarga miskin yang akan menikmati persembahan uang dari gereja. Ada sekitar 80 jemaat yang beribadah di gereja kami, jadi kami membayangkan berapapun jumlah uang yang kami persembahkan, total persembahan dari seluruh jemaat pastilah 20 kali lebih besar dari jumlah uang yang dapat kami persembahkan. Selain itu, setiap Minggu Pendeta selalu mengingatkan jemaatnya tentang persembahan PASKAH tersebut.

Sehari sebelum PASKAH, Ocy dan aku pergi ke toko bahan makanan untuk menukarkan seluruh uang koin kami dan manajer toko itu memberi kami uang kertas sejumlah 3 lembar dan selembar . Kami berlarian sepanjang jalan menuju rumah untuk menunjukkan lembaran-lembaran uang kertas itu pada Mama dan Darlene. Kami belum pernah memiliki uang sebanyak itu sebelumnya. Malam itu kami berempat sangat bersukacita sehingga sulit bagi kami untuk memejamkan mata. Kami bahkan tidak peduli bahwa kami tidak punya baju baru untuk PASKAH; yang penting kami akan mempersembahkan uang jerih payah kami sebanyak sebagai persembahan PASKAH. Kami sungguh tidak sabar menunggu untuk segera sampai di gereja!

Hujan mewarnai hari Minggu PASKAH pagi itu. Kami tidak memiliki payung padahal jarak gereja dengan rumah kami lebih dari 1 mil. Tapi hal itu tidak menjadi masalah bagi kami berempat. Ketika sampai di gereja sekujur badan kami basah kuyub. Darlene memanfaatkan potongan kardus bekas untuk menutupi sepatu usangnya yang mulai menganga. Tapi karena hujan, kardus itu hancur dan kakinya menjadi basah. Meskipun begitu, kami berempat duduk di gereja dengan perasaan sangat bangga.

Kami duduk di barisan kedua dari depan. Aku mendengar beberapa remaja membicarakan tentang anak-anak keluarga Smith yang memakai baju-baju lama. Tapi walaupun aku memandang remaja-remaja itu berpakaian baju-baju baru, namun aku tetap merasa kaya. Ketika waktu persembahan tiba, Mama memasukkan , dan masing- masing kami memasukkan . Saat berjalan pulang seusai ibadah, kami terus bernyanyi. Saat makan siang, Mama memberi kejutan. Dia telah membeli selusin telur dan kami boleh menikmati telur-telur PASKAH kami dengan kentang-kentang goreng!

Saat menjelang sore, kami lihat Pak Pendeta berkunjung ke rumah kami. Mama membukakan pintu dan berbicara dengannya sebentar. Lalu, Mama masuk kembali ke rumah dengan sebuah amplop di tangannya. Kami bertanya apakah isi amplop itu, tapi Mama tidak memberi jawaban. Mama membuka amplop itu dan didalamnya terdapat sejumlah uang, 3 lembar uang , selembar uang , dan 17 lembar uang . Mama memasukkan kembali uang itu ke dalam amplop. Tak sepatah katapun diucapkannya, kami hanya terpekur memandangi lantai. Perasaan kami yang semula seperti seorang milioner, kini terhempas menjadi seperti orang papa yang sangat miskin.

Selama ini kami telah hidup sebagai anak-anak yang bahagia dan kami sering merasa kasihan dengan anak-anak yang tidak memiliki orang tua seperti kami, atau yang tidak memunyai rumah yang penuh dengan saudara laki-laki dan perempuan serta sering dikunjungi anak-anak lain. Walaupun kami tidak memiliki cukup sendok dan garpu untuk masing-masing kami, namun justru menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk berharap siapa yang akan mendapat garpu atau sendok yang lengkap malam itu. Dua pisau makan yang kami punyai harus kami pakai secara bergiliran.

Aku tahu bahwa keluargaku tidak memiliki banyak barang seperti yang dimiliki keluarga lain, tetapi aku tidak pernah berpikir bahwa kami adalah keluarga miskin. Tapi, PASKAH tahun itu sungguh menyadarkan kami bahwa ternyata kami termasuk keluarga yang paling miskin di gereja kami.

Aku sangat tidak suka dikatakan miskin. Tapi ketika aku melihat baju dan sepatu yang kupakai, hal ini membuatku merasa tidak lagi ingin pergi ke gereja. Setiap jemaat pastilah sudah tahu bahwa kami adalah keluarga miskin! Aku juga berpikir tentang sekolah. Saat itu aku ada di SMA kelas 1 dan meraih ranking 1 di antara 100 murid yang ada. Tapi apakah teman-teman di sekolah juga mengetahui bahwa aku termasuk orang miskin? Ingin rasanya aku memutuskan untuk keluar dari sekolah karena toh aku telah menyelesaikan SMP dan telah memenuhi batas wajib belajar yang ditentukan aturan hukum yang berlaku saat itu.

Kami duduk dan diam sepanjang sisa hari Minggu itu. Ketika hari menjadi gelap, kami semua langsung pergi tidur. Sepanjang minggu itu kami bertiga pergi ke sekolah dan langsung pulang ke rumah. Tidak ada selera untuk bercanda dan berbicara sama sekali. Ketika hari Sabtu tiba, Mama menanyakan apa yang ingin kami lakukan dengan uang persembahan itu. Apa yang kira-kira akan dilakukan orang miskin bila mendapatkan uang? Kami tidak tahu, karena selama ini kami tidak pernah merasa bahwa kami orang miskin….

Kami bertiga sebenarnya tidak ingin pergi ke gereja hari Minggu itu, tapi Mama berkata bahwa kami harus tetap beribadah. Meskipun matahari bersinar cerah, tapi kami sama sekali tidak berbicara sepanjang perjalanan ke gereja. Mama mulai menyanyikan sebuah pujian, tapi tak satu pun dari kami yang turut menyanyi dan Mama hanya menyanyikan satu bait saja. Ada seorang misionaris yang datang berkotbah di gereja kami Minggu itu. Dia menceritakan tentang bagaimana gereja-gereja di Afrika dibangun dengan menggunakan batu bata yang dikeringkan dengan tenaga matahari dan gereja-gereja itu masih membutuhkan uang untuk membuat atap-atap gereja. Misionaris ini mengatakan bahwa uang sebesar 0 akan cukup untuk membuat atap gereja mereka. Pendeta gereja kami menghimbau, “Dapatkah kita memberi persembahan untuk menolong orang-orang di Afrika untuk membangun atap gereja mereka di sana?”

Kami saling berpandangan dan untuk pertama kalinya sepanjang minggu itu, kami tersenyum. Mama dengan cepat mengambil amplop uang dari dompetnya. Dia memberikannya pada Darlene, lalu Darlene memberikannya padaku, dan langsung kuberikan ke Ocy, dan Ocy meletakkannya di kantong persembahan. Ketika persembahan itu dihitung, majelis mengumumkan bahwa jumlah semua persembahan yang terkumpul adalah “0 lebih sedikit”. Misionaris itu sungguh bersuka cita. Dia tidak menyangka akan mendapat persembahan yang begitu besar dari gereja yang kecil ini. Misionaris itu berkata, “Pasti ada orang-orang kaya di gereja ini.”

Perkataan itu menyentuh kami! Kamilah yang mempersembahkan dari total persembahan “0 lebih sedikit” tadi! Bukankah misionaris itu yang mengatakan bahwa kami kaya? Sejak saat itu, aku tidak pernah merasa miskin lagi. Aku selalu ingat betapa kayanya aku karena memiliki Yesus dalam hidupku.

Diambil dari: http://sabda.org/publikasi/misi/2001/14/

Ujian Nasional 2011

Ujian Nasional 2011. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) sudah menetapkan Jadwal pelaksanaan ujian nasional 2011 untuk tingkat SMP dan SMA. Ujian Nasional 2011 untuk tingkat SMP berlangsung pada tanggal 25-28 April 2011, sedangkan Ujian Nasional 2011 untuk tingkat SMA diadakan pada tanggal 18-21 April mendatang.
Kebijakan soal penetapan hari H pelaksanaan UN 2011 itu tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 45 Tahun 2010 tentang Kriteria UN. Selain itu, kebijakan tersebut mengacu ke Permendiknas Nomor 46 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UN.  Ujian Nasional 2011 tetap dijadikan sebagai acuan untuk menentukan proses belajar.

Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemendiknas Mansyur Ramli menambahkan, UN 2011 susulan untuk tingkat SMA dan sederajat berlangsung pada 25-28 April. Lalu, hasil UN untuk SMA akan diumumkan di sekolah masing-masing pada 3-6 Mei.

Sementara itu, UN susulan untuk tingkat SMP dan sederajat diadakan pada 3-6 Mei 2011. Pengumuman UN 2011 tingkat SMP dilakukan paling lambat 4 Juni. Sedangkan UN kompetensi untuk SMK berlangsung pada Maret mendatang.
Kemendiknas sudah melakukan evaluasi. Berdasar evaluasi tersebut, dia lantas mengintervensi sejumlah sekolah. Dia mencontohkan sekolah di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemendiknas sudah mengintervensi perkembangan pendidikan di sana. Intervensi itu berupa pengucuran anggaran untuk beberapa keperluan. Misalnya, pengadaan laboratorium serta penambahan buku perpustakaan dan guru.
Sebelumnya, ketika rapat evaluasi dan refleksi pekan lalu, dipaparka simulasi penghitungan nilai kelulusan UN 2011. Batas terendah untuk kelulusan adalah 5,5. Angka itu dihitung dari 60 persen nilai UN dan 40 persen nilai sekolah yang didapat mulai kelas 1, 2, hingga 3 pada tiap-tiap jenjang pendidikan. Ketentuan lain, nilai minimal UN tiap-tiap pelajaran 4,00.
Jika dapat nilai UN 4,00 untuk salah satu pelajaran, siswa harus meraih nilai ujian sekolah 8,00. Jika dikalkulasi, siswa itu memperoleh nilai 5,60. Artinya, angka tersebut  berada di atas batas nilai terendah 5,50. Sementara itu, jika siswa mendapatkan nilai UN 6,00, nilai ujian sekolah yang dibutuhkan tidak besar. Cukup dengan nilai 6,00, siswa itu sudah bisa lulus. Kebijakan lain, tidak ada UN ulang jadi jika tidak lulus, ikut kejar paket B atau C.

 

Desain Baju Kelas XII IPA SMA NOMMENSEN

Jambi, Februari 2011. Mencintai sekolah sendiri adalah bentuk ungkapan rasa senang siswa terhadap tempat mereka belajar selama ini. Hal ini di ungkapkan siswa kelas XII IPA dengan mendesain baju untuk kelas mereka yang akan segera mereka buat sendiri. Menurut Badia ketua kelas XII IPA Baju tersebut di buat sebagai bentuk rasa senang dan bangganya mereka terhadap Sekolah Nommensen dan sebagi bentuk kenang – kenangan mereka nantinya ketika mereka akan segera menamatkan belajar mereka di Sekolah Nommensen.

Berapa besar yang mereka keluarkan untuk mencetak baju tersebut ?? Menurut Badia, dia di bantu oleh pak M.Damanik untuk mendesain baju tersebut dan kelas XII IPA hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp.50.000,-/baju. Baju itu sudah selesai di cetak pada awal februari sekitar tanggal  5 Februari 2011. Dalam waktu dekat di bulan februari kelas XII IPA akan mengikuti Lomba Cerdas Kimia di Universitas Jambi dan mereka akan memakai baju tersebut. Sungguh suatu hal yang menyenangkan sebagai seorang guru bisa mendidik siswa dantimbul motivasi dari  siswa  tersebut hingga timbul suatu kreatif mendesain baju sendiri sebagai bentuk rasa cinta terhadap sekolah sendiri, maka di harapkan dengan begitu siswa akan juga mencintai dan menghormati guru, keluarga, teman,  bangsa dan negaranya sendiri.

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Duanto A Sudrajat

JAMBI, TRIBUNJAMBI.COM – Calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2010 sepertinya belum bisa mendapatkan nomor induk pegawai (NIP) di bulan ini. Pihak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jambi menyatakan kemungkinan proses pembuatan NIP di Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Regional VII Palembang belum tentu bisa selesai, hingga 31 Januari.

“Saat ini masih dalam proses pengerjaan di BKN Palembang. Baru sebagian yang diproses, belum tentu bulan Januari ini selesai,” kata Kepala Bidang Pengembangan Pegawai BKD Provinsi Jambi Pahari, Selasa (25/1).

Dia mengatakan, proses tersebut memakan waktu cukup lama karena NIP, baik untuk CPNS provinsi dan kabupaten akan dikeluarkan serentak. Untuk CPNS provinsi sendiri jumlahnya 356 ditambah lagi untuk kabupaten.

“Saat ini masih dalam tahap verifikasi, belum tahu selesainya kapan,” imbuhnya.

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jambi sendiri, akan menjemput NIP tersebut ke BKN Palembang apabila telah ada kabar bahwa seluruh proses telah selesai dan siap untuk diberikan kepada calon pegawai.

Sementara itu, perihal kapan masuk untuk bekerja calon pegawai negeri akan masuk bekerja diperkirakan sebelum bulan Maret. Kemungkinan Februari nanti, 356 telah menempati posisi tugas di SKPD masing-masing.

 

Penulis : duanto
Editor : rahimin

sumber : http://jambi.tribunnews.com/2011/01/26/nip-cpns-belum-tentu-selesai-januari

 

Foto Bersama Keluarga Besar Nommensen Jambi

Penampilan Vocal Grup Siswa Kelas X Tahun 2010

Jambi , 4 Januari 2011. Perayaan Natal Keluarga Nommensen Jambi Tahun 2010 dilaksanakan pada Tanggal 17 Desember 2010 adalah merupakan sebuah acara yang selalu dilaksanakan setiap Tahunnya. Bertempat di Gereja HKBP Kota Baru Jambi pada Jam 14.00 WIB Seluruh siswa sudah siap untuk melaksanakan Perayaan Natal tersebut. Sungguh suatu hal yang fantastis mengingat mereka pagi harus bersekolah dan dilanjutkan dengan kegiatan perayaan Natal ini. Semangat mereka untuk menampilkan yang tebaik sungguh patut kita dukung bersama. Mulai dari penampilan liturgi pada Ibadah Natal , smpai dengan Vocal Grup, Koor, dan Vocal Solo sungguh suatu hal yang patutu di banggakan oleh kita semua. Semangat dan motivasi yang tinggi untuk menjadi yang terbaik itulah salah satu yang patut kita tanamkan buat anak – anak seusia mereka.

Selamat Natal 25 Desember 2010 dan Selamat Tahun Baru 1 Januari 2011 buat Seluruh Keluarga Besar Nommensen Jambi. ( manasye.red )

Penampilan Siswa Nommensen pada Natal Oukumene 2010

Jambi, 4 Januari 2010. Natal adalah Peringatan Hari Lahir Tuhan Yesus Kristus yang Lahir untuk menebus dosa manusia. Semua umat Kristiani merayakan natal, seperti halnya umat Kristiani di Kota Jambi merayakan natal bersama dalam sebuah acara yang disebut Natal Oukumene.

Banyak kaum muda, orang tua, dan anak anak datang untuk mengikuti acara ini. Pelaksanaan yang diadakan di Stadion Tri Lomba Juang Koni Jambi pada sore hari Tanggal 28 Desember 2010 juga mnghadirkan Bapak Gubernur Jambi yang diWakilkan oleh Bapak Wakil Gubernur Jambi , Bapak Fachrori dan ibu beserta rombongan menambah hangatnya suasana perayaan natal pada saat itu.

Siswa Nommensen juga turut tampil pada perayaan natal dengan menampilkan drama natal yang membuat decak kagum semua yang menonton pada saat itu. bahkan ada penonton yang mengatakan “wahh..sekolah Nommensen sudah banyak berubah , tidak seperti yang dulu lagi”.  Sungguh sebuah kemajuan yang pesat bahwa siswa Nommensen dapat menampilkan penampilan terbaik mereka.

Sebelum penampilan dan pada saat latihan di Sekolah, siswa sangat bersemangat hal ini dapat saya lihat sendiri pada saat saya mengikuti latihan mereka di Sekolah pada sore hari.

Kiranya semangat siswa ini   merupakan nilai plus tersendiri bagi semua siswa untuk menumbuhkembangkan kemampuan yang ada pada diri mereka, agar kemampuan mereka dalam mendalami seni peran menjadi lebih terasah.

Selamat buat Siswa Nommensen yang telah menampilkan penampilan mereka pada Perayaan Natal Oukumene 2010. Tuhan memberkati kalian anak – anak ku. ( manasye.red )

Oleh : Neneng Hermawati

Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang mendukung bagi kemajuan adalah pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, sebab pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidik harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Seperti sandang, pangan, dan papan, Namun, sangat miris rasanya melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Berbagai masalahpun timbul, mulai dari sarana yang tidak memadai, membengkaknya anak putus sekolah, kurikulum yang gonta-ganti, ketidakprofesionalan para pendidik, sampai kepribadian peserta didik yang jauh dari yang diharapkan.

Bila dilihat dari segi kualitas pendidikan kita, menurut penelitian Human Development Indeks (HDI) tahun 2004, Indonesia berada di urutan ke 111 dari 175 negara. Begitupun menurut majalah Asia Week yang melakukan penelitian terhadap Universitas terbaik di Asia, dalam majalah ini disebutkan bahwa tidak satupun Perguruan tinggi di Indonesia masuk dalam 20 terbaik. UI berada di peringkat 61 untuk kategori universitas multidisiplin, UGM diperingkat 68, UNDIP diperingkat 77, Unair diperingkat 75, sedangkan ITB diperingkat 21 untuk universitas sains dan teknologi, kalah dibandingkan universitas nasional sains dan teknologi Pakistan. Selain itu dilihat dari kepribadian perilaku pelajar kita, tidak sedikit dari mereka yang tawuran antar sekolah atau antar perguruan tinggi, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, ataupun perilaku mereka yang sudah tergolong dalam tindak kriminal. Seperti geng motor yang kebanyakan anggotanya masih berstatus pelajar.

Beginilah wajah buruk pendidikan kita, setidaknya bila kita cermati terdapat dua faktor  yang mempengaruhi gagalnya pendidikan yang berlaku di Indonesia. Pertama, paradigma pendidikan nasional. Kedua, mahalnya biaya pendidikan. Diakui atau tidak sistem pendidikan yang berlaku saat ini adalah sistem pendidikan yang memisahkan peranan agama dari kehidupan. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab ke VI tentang jalur jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus. Adanya pembagian pendidikan umum dan keagamaan yang terdapat pada pasal tersebut memberikan gambaran bahwasanya pendidikan kita memang dikotomi. Pendikotomian pendidikan melalui kelembagaan dapat terlihat dari pendidikan agama terdapat pada madrasah-madrasah, institut agama, dan pesantren. Dan lembaga-lembaga tersebut dikelola oleh Departemen Agama. Sementara pendidikan umum melalui Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Kejuruan, serta Perguruan Tinggi dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan seperti ini tentu saja tidak akan melahirkan peserta didik ayang memiliki kemamapuan menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi sekaligus juga memiliki kepribadian berupa perilaku yang mulia. Padahal tujuan pendidikan nasional sendiri adalah untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Saat ini mungkin tidak sedikit dari output peserta didik kita yang berhasil menguasai sains dan teknologi melalui pendidikan umum, namun tidak sedikit diantara mereka yang kurang memiliki kepribadian yang mulia. Apalagi saat ini ukuran kelulusan peserta didik hanya dinilai dari Ujian Nasional (UN) saja, artinya para peserta didik hanya ditujukan untuk menguasai materi saja tanpa nilai spiritualnya. Disisi lain, mereka yang belajar di pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan secara relatif memiliki kepribadian baik, tapi tidak sedikit diantara mereka yang buta terhadap perkembangan sains dan teknologi. Akhirnya, sektor-sektor modern seperti perdagangan, industri, jasa dan lain-lain diisi oleh orang yang relatif awam terhadap agama.

Permasalahan mengenai biaya pendidikan pun ikut menambah buramnya kualitas pendidikan kita. Di zaman sekarang memang untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas baik harus menelan biaya yang tidak sedikit. Masyarakat yang kurang mampu menyekolahkan anaknya di sekolah yang kualitas pendidikannya bagus terpaksa hanya mendapatkan di sekolah yang terbatas sarana dan prasarananya. Di daerah-daerah banyak sekolah yang kurang berfungsi dengan baik, diantaranya kerusakan bangunan, sarana terbatas, namun dengan kondisi tersebut mereka tidak putus semangat untuk tetap terus belajar walaupun dengan fasilitas seadanya. Tidak dipungkiri bahwa tiap tahunnya, setiap jenjang pendidikan terus mengalami kenaikan biaya pendidikan, akibatnya banyak diantara mereka yang putus sekolah, atau bahkan tidak sekolah karena terhalang masalah biaya. Bagaimana mungkin tetap mencapai tujuan nasioanal yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa ?! Memperoleh pendidikan pun sulit untuk diperoleh !

Oleh karena itu, perlu adanya penyelesaian problem pendidikan secara mendasar yaitu dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh mulai dari merubah paradigma pendidikan nasional yang memisahkan pendidikan umum dengan pendidikan agama, menjadikan peranan agama sebagai landasan dalam proses pendidikan. Pendidikan agama tidak hanya diberikan satu kali dalam seminggu tapi juga harus dijadikan dasar atau landasan bagi mata pelajaran lainnya, sehingga akan melahirkan peserta didik yang tidak hanya menguasai sains dan teknologi tapi juga memiliki akhlak yang baik. Selain itu juga untuk mengatasi komersialisasi pendidikan diperlukan peranan negara dalam hal ini pemerintah untuk melakukan upaya yang sistematis merubah paradigma pendidikan yang komersial dengan menyediakan sarana dan sarana pendidikan yang memadai, bermutu tinggi, dengan biaya yang dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan berdasarkan kualitas pendidikan ditentukan oleh berapa besar biaya pendididkan yang dikeluarkan. Peran serta pemerintah ini sebenarnya sebagai bagian dari pelayanan terhadap masyarakat dalam hal mencapai tujuan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian dari perubahan tersebut akan melahirkan peserta didik yang berkualitas sehingga mampu memegang peranannya sebagai generasi penerus bangsa yang akan membawa pada kemajuan.